[FF] Fallen for a Witch PART 12

Near The End

Aiden berjalan-jalan di sebuah pertokoan yang ramai dengan perasaan gembira. Hari ini ia akan membeli pigura untuk membingkai foto-fotonya kemarin. Aiden sangat senang. Saking senangnya ia nyaris tidak bisa menyembunyikan senyumnya.

Saat sedang asyik melihat-lihat, tiba-tiba tubuhnya menabrak seseorang.

“Ma-maafkan aku!” Aiden refleks berbicara dalam bahasa Rusia. Orang yang ditabraknya tersenyum.

“Tidak apa-apa. Aku juga tidak melihat jalan,” ujarnya dengan menggunakan bahasa Rusia.

“Oh, kau mengerti bahasa Rusia?” tanya Aiden terkejut. Lelaki itu tersenyum dan mengangguk.

“Sedikit,” ujarnya sambil terkekeh. Aiden tersenyum senang. Akhirnya ada yang mengerti bahasa Rusia di sini.

“Kenalkan, namaku Aiden Leonid.” Aiden mengulurkan tangan.

“Aku Andrew Choi.” Andrew menjabat tangan Aiden.

“Kau sedang mencari pigura?” tanya Andrew. Aiden mengangguk.

“Mana yang harus kupilih? Semuanya bagus..”

“Untuk siapa?”

“Hm…untuk foto ini.” Aiden mengulurkan fotonya bersama dengan Sungmin dan Sunghee. Andrew mengangguk-angguk.

“Saudara?” tanya Andrew. Aiden mengangguk sambil tersenyum.

“Yang laki-laki adalah kakakku, sedangkan yang perempuan adalah adikku. Bagaimana? Mirip, kan?” Aiden terkekeh. Andrew mengangguk-angguk. Dalam hati ia membenarkan opininya bahwa Aiden telah mengetahui siapa ibunya dan saudara-saudarinya.

“Ah, yang ini pas!” Aiden berseru sambil mengambil sebuah pigura berwarna biru. Ada hiasan kerang di sudutnya. Ia lalu mencocokkan ukuran foto dengan ukuran pigura yang dipegangnya. Ternyata pas.

“Bagaimana menurutmu?” tanya Aiden. Andrew mengangguk.

“Ya, itu bagus.”

“Oke, aku akan mengambil yang ini.” Aiden memberikan piguranya pada penjaga toko untuk dibungkus. Aiden mengeluarkan dompetnya. Andrew melirik foto yang terdapat di dalamnya. Foto Aiden bersama Hyukjae, Sungmin, dan Sunghee. Lokasinya sama. Andrew tidak melihat foto lain.

“Sepertinya kau sangat mencintai saudara-saudaramu.”

“Tentu saja!” Aiden terkekeh. “Aku sudah lama menanti-nanti seorang saudara. Dari kecil, aku tidak mengenal adanya saudara. Aku hanya mengenal ayahku.”

“Kenapa bisa begitu?”

“Aku baru mengetahui bahwa mereka adalah saudaraku kemarin. Lewat diary ibuku. Ah, aku bahkan baru mengetahui ibuku. Itupun lewat mimpi.” Aiden tersenyum getir. Andrew terdiam. Ternyata Zhou Mi memang sudah memasukkan memori Aiden lewat mimpi, pikirnya.

Dering ponsel Aiden membuyarkan lamunan Andrew. Aiden segera merogoh kantongnya dan menatap layar handphonenya.

“Ah, maaf Andrew, aku harus menjawab telepon.”

“Silahkan.”

Aiden menyentuh layar ponselnya dan mendekatkannya ke telinga.

“Hyukie!” serunya gembira. Andrew melirik cowok itu.

Kau dimana?”

“Aku di pertokoan…ehm…” Aiden melihat sekeliling.

“Dekat Apgujeong street,” kata Andrew.

“Ah, dekat dengan Apgujeong street!”

“Kau sedang bersama seseorang?”

“Ya, dia teman baruku. Kenapa?”

“Tidak. Oh, Aiden bisakah kau datang ke taman Sungai Han lagi? Sungmin dan Sunghee kuundang juga. Kita main air di sana, lalu pulangnya kita karaoke, lalu kita beli jajanan di kedai pinggir jalan, dan terakhir kita pulang. Bagaimana?”

“Tentu saja! Tentu saja aku mau!” Aiden berseru dengan semangat. Beberapa orang menatapnya heran karena ia berseru dalam bahasa Jerman. Andrew tersenyum tipis.

“Aku sudah ada di taman. Cepat datang.”

“Oke!” Aiden memutus sambungan telepon. Ia tersenyum meminta maaf pada Andrew.

“Maaf, Andrew, aku harus pergi ke taman Sungai Han sekarang.”

“Ya, baiklah. Selamat bersenang-senang.”

“Terima kasih. Sampai jumpa!” Aiden melambaikan tangannya dan berlari sambil menenteng kantong pigura. Andrew tersenyum ramah.

“Jadi Sunghee juga akan pergi ke taman Sungai Han.” Andrew memejamkan matanya dan memberitahu kabar ini pada Kibum via telepati.

= = =

Aiden berlari sambil menghampiri taman yang sudah ada di depan matanya. Ia menangkap sesosok lelaki yang sangat dikenalnya sedang berdiri di pinggir air mancur. Lelaki itu menoleh ke arahnya dan melambaikan tangan.

“Kau sudah datang.”

“Ya..” Aiden mengatur napasnya.

“Kau berlari ke sini?” tanya Hyukjae agak terkejut. Aiden terkekeh.

“Aku tidak sabar…untuk bersenang-senang..”

“Aaah kau memang benar-benar anak pesta, ya? Huh?” Hyukjae terkekeh.

“Jadi dimana mereka?”

“Sebentar lagi sampai.” Hyukjae melirik jam tangannya. “Mereka sedang dalam perjalanan.”

“Ah oke..”

“Apa itu?” tanya Hyukjae sambil menunjuk kantong yang dibawa Aiden.

“Ini? Aku membeli pigura untuk memajang foto kita kemarin. Hehehe..”

“…” Hyukjae terdiam. Aiden tampak sangat gembira. Padahal ia hanya berfoto dengan saudara-saudaranya. Kualitas fotonya juga tidak terlalu baik. Dalam hati, Hyukjae senang. Ia bisa membuat orang lain bahagia meskipun ia hanya melakukan hal kecil.

“Hey, kalian berdua!” seru Sungmin. Hyukjae dan Aiden menoleh. Sungmin dan Sunghee sedang berjalan ke arah mereka dengan senyuman di wajah mereka.

“Aah…kurasa ide Hyukjae kali ini agak gila,” ucap Sunghee.

“Hah? Kenapa?” tanya Hyukjae polos.

“Hari ini dingin sekali dan aku tidak akan membasahi diriku dengan air es itu!” Sunghee menunjuk ke arah air mancur. Hyukjae tertawa.

“Tapi hari ini cerah. Ayolah kapan lagi kita main air di sini. Sebentar lagi kan kita harus berangkat ke Jerman. Ya? Ayolaah…” Hyukjae memohon pada Sunghee. Tingkahnya seperti anak kecil yang meminta dibelikan mainan. Sunghee mendengus.

“Kau bawa kamera itu lagi?” Sungmin menunjuk pada kamera Polaroid yang dibawa Hyukjae. Hyukjae tersenyum.

“Kita harus foto-foto. Harus!”

“Narsis sekali..”

“Ngomong-ngomong, dibanding membawa kamera, aku membawa sesuatu yang lebih penting.” Hyukjae merogoh kantung dalam jaketnya. Ia lalu mengeluarkan sebuah buku diary. Aiden tersentak. Itu diary Aileen.

“Apa ini?” tanya Sunghee sambil mengambilnya dari tangan Hyukjae.

“Bacalah.” Sunghee memandang Hyukjae curiga sebelum mulai membuka halaman pertama diary itu. Sungmin ikut membaca di sebelahnya. Aiden gelisah. Bagaimana Hyukjae bisa menemukan diary itu? Bagaimana jika rahasianya terbongkar? Aileen bilang untuk merahasiakannya, bukan?

Kakak beradik itu semakin serius membaca ketika mereka sampai pada halaman-halaman terakhir. Sunghee menutup mulutnya dengan sebelah tangan, matanya membelalak kaget. Sungmin hanya diam. Ekspresinya yang ceria kini berubah murung.

Sunghee mendongak menatap Aiden. Sungmin menutup bukunya dan ikut menatap Aiden. Yang ditatap hanya menunggu dengan gelisah. Ia akan terima apapun perlakuan dari mereka. Dimaki, dipukul, atau apapun dia terima. Dijauhi pun tidak masalah.

“Oppa..” bisik Sunghee. Aiden tertegun.

“Oppa!” Sunghee berkata dengan lebih keras dan menghambur ke pelukan Aiden. Aiden tersentak. Ia tidak membayangkan reaksi seperti ini sebelumnya. Sunghee menangis. Ia terus memanggilnya dengan sebutan Oppa. Aiden terharu sampai tidak bisa menghalau air matanya. Ia membalas pelukan Sunghee dan menenggelamkan wajahnya ke pundak gadis itu.

“Aiden…” Sungmin berkata dengan lirih. Ia menghampiri Aiden dan memegang pundaknya. Sunghee melepaskan pelukannya dan menghapus air matanya. Aiden menatap Sungmin yang masih mencengkeram pundaknya. Sungmin meremas pundaknya sekilas dan menariknya ke dalam pelukannya. Aiden membalas pelukan Sungmin. Ia merasa bahagia. Ia tidak pernah sesenang ini sebelumnya. Kakak dan adiknya menerima kehadirannya. Ia merasa…ada. Ia merasa hidup. Ia merasa masih ada yang menyayanginya setelah semua orang tidak menginginkan kehadirannya.

“Pasti sulit menjalani hidup sendirian..” bisik Sungmin.

“Tapi, sekarang tidak apa-apa. Kami ada disisimu,” lanjut Sunghee. Aiden tersenyum, namun air matanya masih mengalir.

“Terima kasih…” Aiden lalu menatap Hyukjae yang tersenyum haru. “Terima kasih..” bisiknya. Hyukjae mengangguk dan membuat tanda ‘oke’ dengan jarinya.

“Oke! Cukup untuk sekmen harunya. Ayo kita main!” seru Sungmin sambil menarik Aiden ke arah air mancur itu. Mereka berdua pun basah kuyup. Tapi, Aiden tampak sangat senang. Ia mendambakan ini sebelumnya. Ia ingin bermain dengan saudaranya. Ia ingin bertingkah seperti anak-anak normal kebanyakan. Namun, ayahnya selalu mengurungnya di rumah. Kini ia bebas. Ia bebas bermain air. Ia bebas tertawa.

“Kau tidak ikut?” tanya Sunghee pada Hyukjae. Hyukjae sibuk mengabadikan momen bahagia itu.

“Well…aku tidak mungkin membiarkan kamu sendirian menonton kami.”

“Aku baik-baik saja. Ayo, sana!” Sunghee mendorong punggung Hyukjae.

“Seharusnya kau yang ikut. Kalian bertiga.”

“Tidak mau. Airnya pasti dingin sekali.”

“Aku juga tidak mau. Aku lebih memilih di sini dan memotret saja.” Hyukjae menghadap pada Sunghee dan memotret gadis itu. Sunghee tersenyum. Hyukjae membalas senyumnya.

Beberapa menit kemudian, Sungmin dan Aiden menghampiri mereka dengan badan menggigil kedinginan.

“Aish, seharusnya mereka menyediakan air hangat,” gerutu Sungmin.

“Hahahaha..mana mungkin? Memangnya ini shower di rumahmu?” celetuk Hyukjae. Sunghee tersenyum dan mengeluarkan dua buah handuk dari kantong yang dibawanya.

“Aku tahu pasti akan begini. Nih, pakai.” Sunghee memberikan handuk-handuk itu pada kedua kakaknya.

“Oh ya, ngomong-ngomong Aiden belum mendapatkan nama Korea-nya,” kata Sunghee.

“Ah, benar!” ucap Hyukjae dan Sungmin berbarengan.

“Kira-kira apa ya? Sungkyu? Sungjong? Sungyeol?” Sunghee berpikir keras. Aiden mengerutkan kening, merasa aneh dengan nama-nama tersebut.

“Kenapa semuanya diawali dengan kata ‘Sung’?” protes Sungmin. Sunghee tertawa ketika menyadarinya.

“Habisnya namamu itu kan Sungmin, aku Sunghee, mungkin Aiden diawali dengan kata Sung juga?”

“Iya juga sih.” Sungmin menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Aiden menatap dua orang di hadapannya tidak mengerti. Mereka berceloteh dalam bahasa Korea, sedangkan ketika mereka berbicara padanya menggunakan bahasa Jerman. Hyukjae hanya terkekeh melihat tampang-tampang tiga orang itu.

“Bagaimana kalau Donghae?” tanya Hyukjae tiba-tiba.

“Donghae? Laut maksudmu?” tanya Sungmin. Hyukjae mengangguk. Ia menenteng kantong pigura milik Aiden.

“Melihat pigura yang dibelinya, aku yakin Aiden pasti sangat menyukai lautan. Bagaimana?” usul Hyukjae. Sunghee dan Sungmin berpandangan. Mereka lalu mengangguk-angguk.

“Lee Donghae. Kedengarannya bagus.” Sungmin mengusap dagunya.

“Sungmin, Donghae, Sunghee. Bagus juga..” Sunghee setuju. Aiden tersenyum senang.

“Jadi nama Korea-ku Lee Donghae?” ujarnya. Hyukjae mengangguk.

“Kelihatannya tak ada yang menolak.” Hyukjae tersenyum hangat. Ia lalu menoleh pada Aiden. “Salam kenal, Donghae-yah.”

Aiden tertawa.

“Donghae Oppa!” seru Sunghee manja. Donghae tersenyum dan mengacak rambutnya.

“Kau boleh memanggilku Sungmin Hyung.”

“Hyung?”

“Panggilan dari laki-laki pada laki-laki yang lebih tua,” jelas Sunghee.

“Kalian berdua kelihatannya kedinginan.” Hyukjae menatap bergantian pada Sungmin dan Aiden. Mereka terkekeh.

“Ya, tapi rasanya segar,” kata Aiden.

“Oh, di sana ada kedai kopi. Kalian mau?” tawar Sungmin sambil menunjuk ke suatu arah. Yang ditawari mengangguk serempak.

“Biar aku dan Sungmin Oppa yang beli. Kalian tunggu di sini, ya?”

“Oke!”

= = =

Di tepi jalan raya, sebuah mobil hitam metalik berhenti. Di dalamnya, tiga orang mengawasi gerak-gerik Sunghee. Pria yang duduk di belakang tersenyum ketika melihat Sunghee dan Sungmin memisahkan diri dari Hyukjae dan Aiden.

“Great! Ini benar-benar kesempatan emas. Saat Sunghee sendiri, cepat culik dia dan bawa kemari.”

“Baik, Tuan.”

= = =

Sungmin dan Sunghee baru saja membeli minuman ketika mata Sungmin menangkap sesuatu. Senyumnya melebar.

“Hey, Sunghee,” ia menyikut adiknya, “lihat siapa disana?”

Sunghee menatap ke arah yang ditunjuk Sungmin. Ia menyipitkan mata karena jarak mereka terlalu jauh.

“Siapa, Oppa?”

“Aduh! Itu Lee Hyora, dulu tetangga kita, masih ingat?”

“Hyora…Hyora..” Sunghee menatap langit yang agak mendung, berusaha mengingat-ingat. Sungmin menghela napas.

“Ah! Hyora cinta pertamamu?” seru Sunghee.

“Sst! Jangan keras-keras!” desis Sungmin.

“Waeyo? Aku yakin dia tidak bisa mendengarnya.” Sunghee terkekeh.

“Ya sudah, kau beli minuman ini lagi ya, aku mau memberikan satu padanya.”

“Silahkan.” Sunghee tersenyum dan mengangguk.

“Oke, terima kasih. Saranghae.” Sungmin berkata sekilas sebelum berjalan ke arah Lee Hyora. Sunghee terkekeh melihat tingkah kakaknya. Ia lalu kembali ke toko minuman tadi sambil menenteng dua cup minuman. Senyum di bibirnya menghilang ketika di hadapannya berdiri dua orang pria berbadan tinggi besar menghadangnya.

Tanpa sempat Sunghee bereaksi, dua lelaki itu langsung membekap Sunghee dan membawanya ke mobil. Minumannya terjatuh.

Di dalam mobil sedan hitam metalik itu, Kibum memperhatikan Sunghee yang tidak sadarkan diri di sampingnya. Jordan dan Matthew duduk di depan, Jordan yang menyetir. Kibum memperhatikan wajah Sunghee, lalu pandangannya turun ke tubuhnya. Ia mengelus pipi gadis itu perlahan. Sebuah senyum menghiasi wajahnya.

“Aaah…menyenangkan sekali sebentar lagi kau akan mati.”

= = =

Hyukjae melihat Sungmin di kejauhan. Dia sedang bersama dengan seorang gadis lain. Mereka berdua terlihat mengobrol dengan akrab. Tapi, dimana Sunghee? Hyukjae berjalan ke arah Sunghee dan Sungmin membeli minuman tadi. Aiden yang sedang melihat-lihat foto pun mengalihkan pandangannya pada Hyukjae.

“Hey, mau kemana?” tanyanya sembari mengejar Hyukjae.

“Sunghee mana?” ucap Hyukjae sambil melihat sekeliling. Aiden ikut mencari Sunghee juga.

Hyujae tertegun melihat dua cup minuman yang terjatuh ke tanah. Hyukjae panik. Ia segera berlari menghampiri Sungmin. Aiden yang tak kalah panik pun ikut berlari menghampiri kakaknya.

Begitu sampai di dekat Sungmin, Hyukjae langsung menarik pundak cowok itu agar menghadap padanya. Sungmin nyaris melepaskan gelas minumannya karena terkejut.

“Dimana, Sunghee?!” seru Hyukjae.

“Dia..tadi dia kusuruh membeli minuman lagi karena…”

“Dia tidak ada!” bentak Hyukjae. Sungmin tertegun.

“Lihat, cup minuman itu. Sunghee pasti dalam bahaya! Ya Tuhan, kau malah enak-enakan di sini.” Tanpa sadar, Hyukjae berkata tidak sopan pada lelaki yang lebih tua ini.

“A…ayo cari Sunghee!” Sungmin langsung memberikan minumannya yang tinggal setengah pada Hyora. Ia lalu bergegas mencari Sunghee disusul oleh dua orang lainnya.

= = =

Jeremy tersentak. Mata abunya berubah warna menjadi merah sekilas. Jeremy panik. Ia langsung melesat pergi mencari Sunghee, tanpa memperdulikan Marcus yang menatap aneh padanya. Marcus penasaran dan hendak mengikuti Jeremy ketika langkahnya tertahan. Akar-akar merambat di hadapannya tiba-tiba bergerak dan melilit kakinya. Marcus terjatuh. Dia berontak, namun akar-akar yang lain mulai melilit tubuhnya. Marcus kesulitan bergerak. Tubuhnya terkunci rapat di akar itu.

Sebuah cahaya putih menyilaukan menyapa mata Marcus. Namun, mata Marcus menolaknya. Marcus menyipitkan mata dan memalingkan wajah karena cahaya yang menyilaukan itu.

Perlahan, cahaya itu mulai membentuk suatu siluet. Seperti siluet manusia. Lama-kelamaan mulai terlihat ada sepasang sayap di punggungnya. Cahaya itu meredup hingga akhirnya hilang. Marcus menatap sosok itu. Matanya lalu membelalak lebar.

= = =

“Oh, kau mendapatkannya?” Zhou Mi tersenyum senang menyambut Sunghee yang dibawa dengan keadaan tak sadarkan diri.

“Dimana aku harus meletakkannya?” tanya Jordan.

“Ah, di sini saja.” Zhou Mi menunjuk dipan berwarna putih. Dipan yang sudah dilengkapi dengan pengunci di pinggirnya. Jordan membaringkan tubuh gadis itu. Zhou Mi lalu mengunci kedua tangan dan kaki Sunghee agar tidak berontak nanti.

“Terima kasih banyak, kalian bertiga. Terutama kau, Kibum, kau sudah memperbaiki mesin itu.”

“Sama-sama, Zhou Mi. Senang bisa membantu,” ucap Kibum sambil menatap ke arah Sunghee.

“Baiklah, kita mulai saja. Aku tidak mau berlama-lama.” Zhou Mi mengusap kedua tangannya. Ia lalu menarik alat pengambil sihir dan mendekatkannya ke arah Sunghee. Zhou Mi tersenyum hangat.

“Sebentar lagi kau akan kembali menjadi manusia, Hee. Berbahagialah dengan itu.”

= = =

Jeremy berlari secepat yang ia bisa. Instingnya mengatakan Sunghee ada di markas Zhou Mi. Jeremy menoleh ke arah kanan, sebuah mobil berpacu bersamaan dengan dirinya. Ia tahu mobil siapa itu. Di dalamnya, Hyukjae sedang menyetir dengan tampang panik. Sungmin di sebelahnya tak kalah panik. Jeremy berlari lebih dulu dan menghalangi mobil itu 100 meter di depan. Hyukjae yang terkejut segera menginjak rem.

“Jeremy?” gumamnya. Jeremy bergegas memasuki mobil tersebut.

“Aku tahu apa yang kalian cari dan aku tau dia ada dimana,” kata Jeremy.

“Dimana?” tanya Hyukjae tak sabar.

“Markas Zhou Mi.”

= = =

“Andrew,” desis Marcus tidak senang. Malaikat di hadapannya tersenyum.

“Aku harus membunuhmu agar Sunghee bisa kembali menjadi manusia.” Andrew menunjukkan sebuah tabung transparan berukuran kecil pada Marcus. Nantinya tabung itu akan diisi oleh nyawa Sunghee.

“Silahkan kalau kau bisa.” Marcus menyeringai. Andrew tersenyum.

“Nyalimu besar.” Andrew membuka telapak tangannya dan tiba-tiba sebuah pisau perak terletak di sana. Andrew menimang-nimang benda di tangannya itu, seakan ingin memprediksi berapa berat pisau tersebut. Marcus semakin tercekik. Ikatan akar-akar itu semakin kuat.

“Oke, aku tidak akan membuang-buang waktu. Apa ada pesan terakhir? Bisa kusampaikan.”

“Tidak, terima kasih.” Marcus tersenyum setengah. Mata merahnya menyala. Mata cokelat Andrew berubah menjadi biru cerah. Ia mengangkat tangannya yang menggenggam pisau perak, bersiap menghujamkannya ke leher Marcus.

Andrew mengayunkan tangannya. Tiba-tiba sebuah anak panah meluncur dan tepat mengenai akar yang membelit Marcus. Belitan akar itu pun melonggar. Andrew tersentak. Ia melihat ke arah datangnya anak panah tadi. Tidak ada yang ditemukannya. Tiba-tiba dari arah lain, dua buah anak panah meluncur dan tepat mengenai akar. Marcus pun terbebas. Ia menyingkirkan akar yang menghalangi tubuhnya dan berdiri dengan tegap. Sayap hitamnya terbentang lebar.

“Dari dulu, aku ingin sekali membunuh malaikat.” Marcus mengepalkan tangannya. Andrew tersenyum.

“Dan aku ingin sekali mengenyahkanmu.” Andrew mengeratkan genggaman tangannya pada pisau perak di tangannya. Marcus mengeluarkan beberapa buah pisau perak dari balik jaketnya. Ia menyentuh bunga mawar ungu yang disematkannya di jaketnya sekilas.

Andrew menatap pisau di tangannya. Ia lalu memasukkannya ke balik jas putihnya. Ia mengeluarkan pedang yang dibungkus oleh bungkus emas. Andrew membungkuk sopan. Ia lalu menegakkan tubuhnya sambil memasang kuda-kuda dengan pedang peraknya. Mata birunya menatap Marcus tajam.

Marcus melemparkan sebuah pisaunya. Andrew dengan cekatan menghindar. Ia balik menyerang. Marcus mengelak dari serangan Andrew. Ia menyeringai. Pisau perak di tangannya perlahan berubah menjadi pistol. Marcus memutar dua buah pistol itu dan membidik Andrew.

“Ah, kau bahkan tidak tahu bagaimana caranya menggunakan pistol, kan?” ejek Marcus. Andrew tersenyum.

“Kau mungkin tidak cukup mengenali aku dengan baik.” Andrew merubah pedang di tangannya menjadi sebuah senapan. Ia pun membidik Marcus.

“Cukup adil.” Marcus mengangkat bahu dan mulai menembaki Andrew dengan peluru peraknya. Andrew tidak mau kalah. Berkali-kali ia menghindari peluru dari Marcus dan menembaki lawannya tanpa henti. Pelurunya tak akan habis.

Adegan saling tembak pun terjadi di sana. Mereka berdua sama-sama kuat. Harus ada salah seorang dari mereka yang menyerah atau mati agar perkelahian itu bisa berhenti. Andrew menembakan pelurunya lagi. Tiba-tiba, sebuah anak panah meluncur ke arah peluru tersebut. Peluru tersebut pun terjatuh bersamaan dengan anak panah itu. Sebuah anak panah lainnya meluncur ke arah Andrew, dengan gesit Andrew mengelak.

“Fay Connor.” Andrew mendengus. Fay berjalan ke arah mereka dengan busur panah di tangan. Ia menarik sebuah anak panah perak dari balik punggungnya dan bersiap memanah kembali. Andrew melemparkan senapannya ke udara. Di udara, senapan itu berubah menjadi dua buah pistol. Ia membidik Marcus dan Fay. Marcus membidik Andrew, dan Fay melakukan hal yang sama dengan panahnya. Untuk sekian saat mereka terdiam. Dari atas, mereka tampak seperti huruf V.

“Kurasa…ini tak akan selesai..” gumam Andrew.

“Begitu menurutmu?” Han menggunakan tongkatnya untuk mengunci Andrew. Kedua pistol Andrew terjatuh. Fay tersenyum setengah. Marcus menaikkan alisnya. Ia bersiap menarik pelatuk pistolnya. Andrew tersenyum.

“Aku tidak bisa menjamin bahwa Sunghee masih hidup,” ucap Andrew.

“Aku juga tidak bisa menjamin kelangsungan hidupmu saat ini,” balas Marcus.

“Well…” Dengan satu gerakan cepat, Andrew mengambil pisau perak dari balik jasnya dan melemparkannya pada Fay. Fay yang tidak siap pun tertusuk tepat di jantungnya. Marcus terkejut. Han yang terkesiap melonggarkan kunciannya. Andrew mendorong Han menjauh dan meraih pistolnya. Ia lalu menembak Han, bersamaan dengan Marcus yang menembaknya.Tubuh Andrew perlahan memancarkan cahaya putih yang menyilaukan. Cahaya itu lama-kelamaan hilang.

Marcus menjatuhkan pistolnya. Ia menoleh pada tubuh Fay yang tergeletak tak bernyawa. Matanya lalu berpaling pada Han yang bernasib sama. Marcus membetulkan letak jaketnya dan berjalan menjauh. Matanya yang menyala pun meredup.

= = =

Jeremy berlari secepat yang ia mampu. Hyukjae, Aiden, dan Sungmin mengikuti di belakangnya. Mereka sudah sampai pada markas Zhou Mi. Hyukjae mempercepat larinya, mensejajarkan diri dengan Jeremy. Mereka pun tiba. Namun, kelihatannya mereka terlambat. Hyukjae menghentikan larinya di depan pintu. Pandangannya nanar.

Tubuh Sunghee terbujur kaku di atas dipan. Zhou Mi sedang mengambil cairan berwarna perak yang baru didapatnya dari sihir Sunghee. Zhou Mi membuka kotak kaca yang berisi mutiara tersebut.

“Tidak!” Aiden berlari menerobos pintu dan menerjang masuk. Hyukjae terperangah. Aiden berlari ke arah Sunghee dan tanpa sengaja mendorong Zhou Mi. Cairan itu  pun tumpah ke dalam kotak. Cahaya perak ikut menerangi kotak itu. Aiden meraih dipan Sunghee dan berbegas mencium bibir gadis itu. Hyukjae dan Sungmin terperangah kaget. Mereka tidak menyangka Aiden akan melakukan hal tersebut.

Jeremy memantapkan hatinya dan mencoba masuk. Tubuhnya tiba-tiba terlempar keluar.

“Aku tidak bisa masuk. Kalian masuk saja.” Jeremy merintih kesakitan. Hyukjae dan Sungmin mengangguk. Mereka lalu berlari memasuki ruangan serba putih itu.

Tubuh Aiden terjatuh, Sungmin langsung menangkapnya. Hyukjae menghampiri Sunghee yang masih tidak sadarkan diri. Samar ia lihat tangan Sunghee bergerak.

“Wow…kalian mengagetkanku,” kata Kibum. Jordan dan Matthew berpandangan.

“Kurasa kalian terlambat. Tuan Dennis akan kembali.” Zhou Mi tersenyum melihat kotak kaca berisi mutiara tersebut. Cahayanya yang berwarna-warni mulai bercampur. Mutiara itu pun semakin besar.

“Aaah…aku merindukan Dennis.” Sebuah suara yang sangat dikenal mereka terdengar. Di ambang pintu, Marcus berdiri sambil merentangkan sayap hitamnya. Bola matanya yang berwarna merah menyala marah.

To be continued

27 thoughts on “[FF] Fallen for a Witch PART 12

  1. amitokugawa says:

    ahh..tidaaakkk..kenapa part ini sedih sekali?
    nasib aiden naas banget

    anyway, pertempurannya seru, bikin deg2an.lanjuuutt

  2. purpleyeonhee says:

    astagah~ o.O

    ADA NAMA SI BEBEB MUNCUL~!!!!!!! XDDDD sungyeoool~

    *padahal namanya doang yg muncul~ tapi girangnya kebangetan~ =.=a *

    donghae~ nasibmu nak.. T^T *tepok2 punggung donghae*

      • purpleyeonhee says:

        hooo si abang rapper itu~
        dia kan ikutan rappers got married sama si hoya huahahah XD

        eh tapi selain sungyeol aku juga suka suaminya *?*, si L~ wahahaha
        #slapped

        *ngomong apa saya?? =.=a*

      • sungheedaebak says:

        rappers got married? variety show? ih ada videonya??
        aku suka Dongwoo sama Sungkyu terus Woohyun, terus Hoya juga suka, udah gitu Sungjong, L, Sungyeol aku suka semuanyaaa whahahaha

        btw, kenapa jadi ngomongin Infinite ya? hahaha

      • purpleyeonhee says:

        aku juga sukaaa semuanyaaa XD INSPIRIT~!
        tp teteeep bias aku sungyeol sama L 😀

        bukan reality beneran hahaha XD
        cuma mereka aja becanda2an di sesame player..
        ditinggal berdua di dorm.. bodor lah~

  3. vidiaf says:

    aaaaa sunbae ceritanya makin rameee
    kenapa donghae mati?padahal dia baru aja seneng 😦
    kenapa juga Han mati? TT^TT /nangis guling2 /dijitak hyuk /ditabok sunghee (?)
    makin penasaran sama lanjutannya~
    fighting buat next partnya ^^

  4. nandcha says:

    Aah ceritanya mengharukan:”)
    Doh kok jadi bykbgt mati? T_T

    Btw minal aidin ya aku baru komen di part ini hehe. Mianhe *deepbow
    Ih anak2 infinite nogol nmanya, tp kok selingkuhan aku(baca:L) gada? 😦

    Next part ya

Leave a reply to vidiaf Cancel reply